|
I. Darah Wanita
Darah yang keluar dari kemaluan wanita ada tiga
macam:
1. Darah haid, yaitu darah ya g keluar dalam keadaan sehat
|
2. Darah istihadhah,
yaitu darah yang keluar dalam keadan sakit
3. Darah nifas, yaitu darah yang
keluar bersama anak bayi
Masing-masing mempunyai
hukum tersendiri
II. Pengertian Haidh.
Secara bahasa haid
itu artinya mengalir. Dan makna haadhal wadhi adalah bila air mengalir
pada wadi itu.
Secara syariah
haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita atau tepatnya dari dalam
rahim wanita bukan karena kelahiran atau karena sakit selama waktu masa
tertentu. Biasanya berwarna hitam, panas, dan beraroma tidak sedap.
Didalam Al-Quran Al-Kariem dijelaskan tentang masalah haid ini dan
bagaimana menyikapinya.
`Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah
suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS.
Al-baqarah :222)
Demikian juga didalam hadis Bukhari dan Muslim.
Dari Aisyah r.a berkata ; `Bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang haid,
`Haid adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah kepada anak-anak wanita
Nabi Adam (HR. Bukhari Muslim)
III. Pada Usia Berapakah Mulai dan Berakhirnya Haid.
Haid itu dimulai pada masa balighnya seorang wanita kira-kira usia 9
tahun menurut hitungan tahun hijriyah. Atau secara hitungan hari 354 hari
(lihat Al-Fiqhul Islami oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili). Dan haid itu akan berakhir
hingga memasuki sinnul ya`si. Maka bila ada darah keluar sebelum masa
rentang waktu ini bukanlah darah haid tetapi darah penyakit.
Para ulama berbeda pendapat tentang sinnul ya`si. Abu Hanifah mengatakan
: bahwa sinnul ya`si itu usia 50 tahun. Sedangkan Al-Malikiah mengatakan
70 tahun, As-Syafi`iyah mengatakan tidak ada akhir sehingga selama hidup
masih berlangsung bagi seorang wanita tetaplah dianggap haid bila keluar darah.
Dan Al-Hanabilah mengatakan 50 tahun dengan dalil :
`Bila wanita mencapai usia 50 keluarlah dia dari usia haid (HR. Ahmad).
IV. Lama Haid Bagi
Seorang Wanita
Al Hanafiyah mengatakan
bahwa paling cepat haid itu terjadi selama tiga hari tiga malam, dan bila
kurang dari itu tidaklah disebut haid tetapi istihadhah. Sedangkan paling lama
menurut madzhab ini adalah sepuluh hari sepuluh malam, kalau lebih dari itu
bukan haid tapi istihadhah.
Dasar pendapat mereka
adalah hadis beriut ini :
`Dari Abi Umamah bahwa
Rasulullah SAW bersabda: `Haid itu paling sepat buat perawan dan janda tiga
hari. Dan paling lama sepuluh hari. (HR. Tabarani dan
Daruquthni dengan sanad yang dhaif)
Al Malikiyah
mengatakan paling cepat haid itu sekejap saja, bila seorang wanita mendapatkan
haid dalam sekejap itu, batallah puasanya, salatnya dan tawafnya. Namun dalam
kasus `iddah dan istibra` lamanya satu hari.
As Syafi`iyah dan Al-Hanabilah
mengatakan bahwa paling cepat haid itu adalah satu hari satu malam. Dan umumnya enam atau tujuh hari.
Dan paling lama lima belas hari lima belas malam. Bila lebih dari itu maka
darah istihadhah. Pendapat ini sesuai dengan ucapan Ali bin Abi Thalib r.a yang
berkata : `Bahwa paling cepat haid itu sehari semalam, dan bila lebih dari lima
belas hari menjadi darah istihadhah.`
V. Lama Masa Suci
Masa suci adalah jeda waktu antara dua haid yang dialami oleh seorang
wanita. Masa suci memiliki dua tanda, pertama; keringnya darah dan kedua;
adanya air yang berwarna putih pada akhir masa haid (Bidayatul Mujtahid 1/52,
al Qawwanin al Fiqhiyyah halaman 41).
Untuk masa ini, Jumhur ulama selain Al-Hanabilah mengatakan bahwa
masa suci itu paling cepat lima belas hari. Sedangkan Al-Hanabilah mengatakan
bahwa : `Masa suci itu paling cepat adalah tiga belas hari. Sedangkan untuk
masa yang paling lama dari masa suci para ulama sepakat mengatakan tidak ada.
VI. Perbuatan Yang
Haram Dilakukan oleh Wanita yang Sedang Haid.
1.Salat
Seorang wanita yang
sedang mendapatkan haid diharamkan untuk melakukan salat. Begitu juga mengqada`
salat. Sebab seorang wanita yang sedang mendapat haid telah gugur kewajibannya
untuk melakukan salat. Dalilnya adalah hadis berikut ini :
`Dari Aisyah r.a
berkata : `Dizaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat haid, lalu kami
diperintahkan untuk mengqada` puasa dan tidak diperintah untuk mengqada` salat (HR. Jama`ah).
Selain itu juga ada
hadis lainnya:
`Dari Fatimah binti Abi
Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu mendapatkan haid maka tinggalkan
salat`
2.Berwudu` atau mandi
As Syafi`iyah dan al
Hanabilah mengatakan bahwa: `wanita yang sedang mendapatkan haid diharamkan
berwudu`dan mandi janabah. Maksudnya adalah bahwa seorang yang sedang
mendapatkan haidh dan darah masih mengalir, lalu berniat untuk bersuci dari
hadats besarnya itu dengan cara berwudhu' atau mandi janabah, seolah-olah darah
haidhnya sudah selesai, padahal belum selesai.
Sedangkan mandi biasa
dalam arti membersihkan diri dari kuman, dengan menggunakan sabun, shampo dan
lainnya, tanpa berniat bersuci dari hadats besar, bukan merupakan larangan.
3.Puasa
wanita yang sedang
mendapatkan haid dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya
untuk menggantikannya dihari yang lain.
4.Tawaf
seorang wanita yang
sedang mendapatkan haid dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek
ibadah haji tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu mensyaratkan seseorang suci
dari hadas besar.
Dari Aisyah r.a berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek
ibadah haji kecuali bertawaf disekeliling ka`bah hingga kamu suci (HR. Mutafaqq `Alaih)
5. menyentuh mushaf dan
Membawanya
Allah SWT berfirman di
dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran :
Dan tidak menyentuhnya
kecuali orang yang suci.` . (Al-Qariah ayat 79)
Jumhur Ulama sepakat
bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh dilarang
menyentuh mushaf Al-Quran
6. Melafazkan Ayat-ayat
Al-Quran
Kecuali dalam hati atau
doa / zikir yang lafznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung.
`Rasulullah SAW tidak
terhalang dari membaca AL-Quran kecuali dalam keadaan junub`.
Namun ada pula pendapat
yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh
mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak
terlalu banyak.
Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan dalam Bidayatul
Mujtahid jilid 1 hal 133.
7. Masuk ke Masjid
Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku
halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR.
Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.)
8.Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat haid haram bersetubuh dengan suaminya.
Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
`Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah
suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS.
Al-baqarah :222)
Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.
Sedangkan al Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang haid pada
bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi
persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya
tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:
`Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama`ah)`.
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang haid ini tetap belangsung
sampai wanita tersebut selesai dari haid dan selesai mandinya. Tidak cukup
hanya selesai haid saja tetapi juga mandinya. Sebab didalam al Baqarah ayat 222
itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka
menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus
dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al Malikiyah dan as Syafi`iyah serta
al Hanafiyah.
Kaffarat Menyetubuhi Wanita Haidh
Bila seorang wanita sedang haid disetubuhi oleh suaminya maka ada
hukuman baginya menurut al Hanabilah. Besarnya adalah satu dinar atau
setengah dinar dan terserah memilih yang mana. Ini sesuai dengan hadis
Rasulullah SAW berikut :
`Dari Ibn Abbas dari Rasulullah SAW : `Orang yang menyetubuhi isterinya
diwaktu haid haruslah bersedekah satu dinar atau setengah dinar` (HR. Khamsah)
As Syafi`iyah memandang
bahwa bila terjadi kasus seperti itu tidaklah didenda dengan kafarat, melainkan
hanya disunnahkan saja untuk bersedekah. Satu dinar bila melakukannya diawal
haid, dan setengah dinar bila diakhir haid.
Namun umumnya para ulama seperti al Malikiyah, as Syafi`iyah dalam
pendapatnya yang terbaru tidak mewajibkan denda kafarat bagi pelakunya cukup
baginya untuk beristigfar dan bertaubat. Sebab hadis yang menyebutkan kafarat
itu hadis yang mudah tharib sebagaimana yang disebutkan oleh al Hafidz Ibn
Hajar dalam Nailul Authar jilid 1 halaman 278.
9.Cerai
Seorang yang sedang haid haram untuk bercerai. Dan bila dilakukan juga
maka thalaq itu adalah thalaq bid`ah. Dalilnya adalah :
`Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat iddahnya dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada
Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang . Itulah
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu
hal yang baru.` (at Thalaq : 61)
No comments:
Post a Comment