|
I.
Pengertian Tayammum
Secara bahasa,
tayammum itu maknanya adalah al-qashdu yaitu bermaksud. Sedangkan secara
syar`i maknanya adalah bermaksud kepada tanah atau penggunaan tanah untuk
bersuci dari hadat kecil maupun hadats besar. Dengan cara menepuk-tepuk kedua
tapak tangan ke atas tanah lalu diusapkan ke wajah dan kedua tangan dengan
niat untuk bersuci dari hadats.
|
Tayammum adalah
pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Yaitu pada saat air tidak
ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka bila
ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah,
melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa
menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar.
II. Masyru`iyah (Dalil Pensyariatannya)
Syariat Tayammum dilandasi oleh dalil - dalil syar`i baik dari Al-Quran,
Sunnah dan Ijma`.
1. Dalil Al-Quran
Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang kebolehan
bertayammum pada kondisi tertentu bagi umat Islam.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam
keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun.(QS.
An-Nisa : 43)
2. Dalil Sunnah
Selain dari Al-Quran Al-Kariem, ada juga landasan syariah berdasarkan
sunnah Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang pensyariatan tayammum ini.
Dari Abi Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Telah dijadikan
tanah seluruhnya untukkku dan ummatku sebagai masjid dan pensuci. Dimanapun
shalat menemukan seseorang dari umatku, maka tanah itu menjadi pensucinya. (HR. Ahmad 5 : 248)
3. Ijma`
Selain Al-Quran dan Sunnah, tayammum juga dikuatkan dengan landasan
ijma` para ulama muslimin yang seluruhnya bersepakat atas adanya masyru`iyah
tayammum sebagai pengganti wudhu`.
III. Tayammum Khusus Milik Umat Muhammad SAW
Salah satu kekhususan umat Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan umat
lainnya adalah disyariatkannya tayammum sebagai pengganti wudhu` dalam kondisi
tidak ada air atau tidak mungkin bersentuhan dengan air. Di dalam agama samawi
lainnya, tidak pernah Allah SWT mensyariatkan tayammum. Jadi tayammum adalah
salah satu ciri agama Islam yang unik dan tidak ditemukan bandingannya di dalam
Nasrani atau Yahudi.
IV. Hal-hal Yang
Membolehkan Tayammum
1. Tidak Adanya Air
Dalam kondisi tidak ada
air untuk berwudhu` atau mandi, seseorang bisa melakukan tayammum dengan tanah.
Namun ketiadaan air itu harus dipastikan terlebih dahulu dengan cara
mengusahakannya. Baik dengan cara mencarinya atau membelinya.
Dan sebagaimana yang
telah dibahas pada bab air, ada banyak jenis air yang bisa digunakan untuk
bersuci termasuk air hujan, embun, es, mata air, air laut, air sungai dan
lain-lainnya. Dan di zaman sekarang ini, ada banyak air kemasan dalam botol
yang dijual di pinggir jalan, semua itu membuat ketiadaan air menjadi gugur.
Bila sudah diusahakan
dengan berbagai cara untuk mendapatkan semua jenis air itu namun tetap tidak
berhasil, barulah tayammum dengan tanah dibolehkan.
Dalil yang menyebutkan
bahwa ketiadaan air itu membolehkan tayammum adalah hadits Rasulullah SAW
berikut ini :
Dari Imran bin Hushain
ra berkata bahwa kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan.
Belaiu lalu shalat bersama orang-orang. Tiba-tiba ada seorang yang memencilkan
diri (tidak ikut shalat). Belaiu bertanya,"Apa yang menghalangimu shalat
?". Orang itu menjawab,"Aku terkena janabah". Beliau
menjawab,"Gunakanlah tanah untuk tayammum dan itu sudah cukup". (HR. Bukhari 344 Muslim 682)
Bahkan ada sebuah
hadits yang menyatakan bahwa selama seseorang tidak mendapatkan air, maka
selama itu pula dia boleh tetap bertayammum, meskipun dalam jangka waktu yang
lama dan terus menerus.
Dari Abi Dzar ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Tanah itu mensucikan bagi orang yang tidak
mendapatkan air meski selama 10 tahun". (HR. Abu
Daud, Tirmizi, Nasa`i, Ahmad).
2. Karena Sakit
Kondisi yang lainnya
yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai penggati wudhu` adalah bila
seseorang terkena penyakit yang membuatnya tidak boleh terkena air. Baik sakit
dalam bentuk luka atau pun jenis penyakit lainnya. Tidak boleh terkena air itu
karena ditakutnya akan semakin parah sakitnya atau terlambat kesembuhannya oleh
sebab air itu. Baik atas dasar pengalaman pribadi maupun atas advis dari dokter
atau ahli dalam masalah penyakit itu. Maka pada saat itu boleh baginya untuk
bertayammum.
Dalilnya adalah hadits
Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Jabir ra
berkata,"Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa
batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia
bertanya kepada temannya,"Apakah kalian membolehkan aku bertayammum
?". Teman-temannya menjawab,"Kami tidak menemukan keringanan bagimu
untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air". Lalu mandilah orang
itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW
dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau,"Mereka telah membunuhnya,
semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu ?
Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk
tayammum ...(HR. Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).
3. Karena Suhu Yang
Sangat Dingin
Dalam kondisi yang
teramat dingin dan menusuk tulang, maka menyentuh air untuk berwudhu adalah
sebuah siksaan tersendiri. Bahkan bisa menimbulkan madharat yang tidak kecil.
Maka bila seseorang tidak mampu untuk memanaskan air menjadi hangat walaupun
dengan mengeluarkan uang, dia dibolehkan untuk bertayammum.
Di beberapa tempat di
muka bumi, terkadang musim dingin bisa menjadi masalah tersendiri untuk berwudhu`,
sebab jangankan menyentuh air, sekadar tersentuh benda-benda di sekeliling pun
rasanya amat dingin. Dan kondisi ini bisa
berlangsung beberapa bulan selama musim dingin. Tentu saja tidak semua orang
bisa memiliki alat pemasan air di rumahnya. Hanya kalangan tertentu yang mampu
memilikinya. Selebihnya mereka yang kekurangan dan tinggal di desa atau di
wilayah yang kekurangan, akan mendapatkan masalah besar dalam berwudhu` di
musim dingin. Maka pada saat itu bertayammum menjadi boleh baginya.
Dalilnya adalah iqrar Rasulullah SAW yaitu peristiwa dimana beliau melihat
suatu hal dan mendiamkan, tidak menyalahkannya.
Dari Amru bin Al-`Ash ra bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus
Salasil berakta,"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin
sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh
mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah SAW, mereka
menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya,"Wahai Amr, Apakah
kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab,"Aku ingat
firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih kepadamu], maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu)
Rasulullah SAW tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad, Al-hakim, Ibnu
Hibban dan Ad-Daruquthuny).
4. Karena Tidak Terjangkau
Kondisi ini sebenarnya bukan tidak ada air. Air ada tapi tidak bisa dijangkau. Meskipun ada air, namun bila untuk
mendapatkannya ada resiko lain yang menghalangi, maka itupun termasuk yang
membolehkan tayammum.
Misalnya takut bila dia pergi mendapatkan air, takut barang-barangnya
hilang, atau beresiko nyawa bila mendapatkannya. Seperti air di dalam jurang
yang dalam yang untuk mendapatkannya harus turun tebing yang terjal dan
beresiko pada nyawanya. Atau juga bila ada musuh yang menghalangi antara
dirinya dengan air, baik musuh itu dalam bentuk manusia atau pun hewan buas.
Atau bila air ada di dalam sumur namun dia tidak punya alat untuk menaikkan
air. Atau bila seseorang menjadi tawanan yang tidak diberi air kecuali hanya
untuk minum.
5. Karena Air Tidak Cukup
Kondisi ini juga tidak mutlak ketiadaan air. Air sebenarnya ada namun
jumlahnya tidak mencukupi. Sebab ada kepentingan lain yang jauh lebih harus
didahulukan ketimbang untuk wudhu`. Misalnya untuk menyambung hidup dari
kehausan yang sangat. Bahkan para ulama mengatakan meski untuk memberi minum
seekorr anjing yang kehausan, maka harus didahulukan memberi minum anjing dan
tidak perlu berwudhu` dengan air. Sebagai gantinya, bisa melakukan tayammum
dengan tanah.
6. Karena Takut Habisnya Waktu
Dalam kondisi ini, air ada dalam jumlah yang cukup dan bisa terjangkau.
Namun masalahnya adalah waktu shalat sudah hampir habis. Bila diusahakan untuk
mendaptkan air, diperkirakan akan kehilangan waktu shalat. Maka saat itu demi
mengejar waktu shalat, bolehlah bertayammum dengan tanah.
V. Tanah Yang Bisa Digunakan Untuk Tayammum
Dibloehkan betayammum dengan menggunakan tanah yang suci dari najis. Dan
semua yang sejenis dengan tanah seperti batu, pasir atau kerikil. Sebab di
dalam Al-Quran disebutkan dengan istilah Sha`idan Thayyiba, yang artinya
disepakati ulama sebagai apapun yang menjadi permukaan bumi, baik tanah atau
sejenisnya.
VI. Cara Bertayammum
Cara tayammum amat sederhana dan simple. Sebab cukup dengan niat, lalu
menepukkan kedua tapak tangan ke tanah yang suci dari najis. Lalu diusapkan ke
wajah dan kedua tangan sampai batas pergelangan. Selesailah rangkaian tayammum.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika Ammar bertanya tentang
itu.
Dari Ammar ra berkata,"Aku mendapat janabah dan tidak menemukan
air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku ceritakan hal itu kepada
Nabi SAW dan beliau bersabda,"Cukup bagimu seperti ini : lalu beliau
menepuk tanah dengan kedua tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke
wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
VII. Hal-hal Yang
Membatalkan Tayammum
- Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.
- Selain itu bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.
- Demikian juga bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Bila seseorang
bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan
air dan waktu shalat masih ada. Apa yang harus dilakukannya ?
Para ulama
mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya itu sudah syah dan tidak perlu untuk
mengulangi shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya pada saat itu
memang benar, lantaran memang saat itu dia tidak menemukan air. Sehingga
bertayammumnya syah. Dan shalatnya pun syah karena dengan bersuci tayammum.
Apapun bahwa setelah itu dia menemukan air, kewajibannya untuk shalat sudah
gugur.
Namun bila dia tetap
ingin mengulangi shalatnya, dibenarkan juga. Sebab tidak ada larangan untuk
melakukannya. Dan kedua kasus itu pernah terjadi bersamaan pada masa Rasulullah
SAW.
Dari Abi Said
Al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu
shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang
suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang
diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak.
Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan masalah mereka.
Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu
sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan
kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud 338
dan An-Nasa`i 431)
No comments:
Post a Comment